Minggu, 09 September 2018

Study Kasus Ilham Bisnis

Teori Ketidaksempurnaan Awal Dari Sebuah Inspirasi Dan Cikal Bakal Dari Ide Bisnis

Ketahuilah bahwa ketika anda mempelajari hal ini,
Awal dari cara meneukan sebuah ide bisnis anda telah datang!
Kesempurnaan itu ada dan indah.
Tetapi …
Sebenarnya itu tidak sesempurna yang anda lihat.
Semua tergantung
Dari sebelah mana anda melihatnya.

Diawali dari sebuah kisah kuno dalam sebuah kuil tua, ada sekelompok pengikut muda yang sedang memperhatikan guru mereka yang sedang membuat camilan elok dari telur dan tepung beras. Ia menuang sesendok penuh gabungan gula, telur, dan tepung beras. Para pengikut muda menyaksikan gabungan itu menyebar dengan rata pada permukaan pemanggang yang telah panas, yang kemudian mengembang dan membentuk camilan elok yang lingkaran datar. Ketika camilan elok itu telah mencapai bentuknya yang paling akhir, guru itu membiarkannya untuk sementara biar tercipta kesempurnaan, kemudian ia tersenyum dan berkata, “Oh, betapa sempurnanya.”
Para pengikut muda itu membelalakkan mata mereka dan berkata, “Apanya yang sempurna, Guru? Kue itu tampak gosong di atasnya dan Guru tetap berkata, ‘Sempurna’? Mengapa Guru?” Guru itu kemudian menjawab, “Apa? Roti ini gosong? Tidak kok, roti ini sudah biasa saya buat dan dimakan pun lezat rasanya.” Anda juga akan heran, bukan? Mengapa terjadi perbedaan antara guru dan murid?
Sang Guru mencoba membuat lagi, dan akibatnya tetap sama, camilan elok yang gosng, tetapi sang Guru tetap berkata, “Sungguh sempurna, baik cara, bahan, adonan, dan metodenya (sesuai resepnya)!” Para siswa tambah terperanjat dan berkata, “Loh koq gosong lagi, Guru?” Sang Guru kemudian berkata, “Kalian benar. Kue ini gosng, dan ini sudah saya lakukan bertahun-tahun dan membuat roti yang baik ya mirip ini. Bila yang terjadi dan sering terjadi itu kalian anggap tepat dan terus berulang mirip ini, maka harus ada orang yang berkata, ‘Apanya yang sempurna? Kami sanggup membuat jauh lebih baik daripada itu dan tentu saja lebih sempurna”.

Inilah dasar berpikir kreatif. Anda tahu apa artinya hal tersebut? Hal ini pertanda bahwa sang pesimis beropini bahwa sesuatu itu sempurna, tetapi sang optimis, orang yang kreatif , berpikir bahwa itu tidak tepat dan ia sanggup melaksanakan lebih baik daripada hal tersebut. Nah, bila anda terus mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, maka disaat anda melihat suatu kejadian, anda akan melihat bayangan, bukan tubuhnya. 

ITULAH KONSEP AWAL DALAM PEMIKIRAN SEORANG SMART AND GOOD ENTREPRENEUR.
 


PC Apple – Steve Jobs
Terlalu tepat akan membuat ketidaksempurnaan
Saat IBM berhasil membuat kompuetr “Main Frame”-nya, dunia begitu kagum, dan ini merupakan penciptaan yang sensasional. Hanya ada satu kata yang muncul, “incredible” dan “perfection”. Saat itu komputer Main Frame begitu sempurna, sehingga banyak pekerjaan yang rumit-rumit dan membutuhkan proses yang panjang sanggup diselesaikan oleh IBM dengan komputer Main Frame-nya. Karena begitu sempurnanya sebuah produk, masyarakat terjebak oleh “logikanya”, yaitu bahwa mustahil ada yang mengalahkan produk tersebut.
Tetapi, tidak untuk Steve Jobs. Dia berpikir, “Apanya yang sempurna? Big is not beautiful. Produk ini begitu tidak simple, tidak sanggup dibawa-bawa, dan tidak semua orang sanggup memilikinya?” Steve Jobs memakai teori ketidaksempurnaannya untuk mengatasi harapan orang-orang mempunyai komputer pribadi yang “portable”.
Maka dengan segala daya, ia membuat sebuah produk yang merupakan perwujudan ide yang jenius dari Stephen Jacobs. Begitu gemparnya dunia dengan munculnya “Apple-PC” (Portable Computer). Seolah-olah sesuatu yang mustahil untuk diganti sanggup diwujudkan oleh Steve Jobs. Luar biasa! Begitu dahsyat teori ketidaksempurnaan.

Singkong Tela tela dengan Omzet 2,5-3 Milyar Rupiah /Bulan
Febri Mengangkat Martabat Singkong

Selama ini, singkong identik dengan makanan orang ndeso, jauh dari kesan “mewah”, sehingga sering disepelekan. Namun, di tangan Febri Triyono dan teman-temannya, umbi tumbuhan khas tropis berjulukan Inggris Cassava itu bermetamorfosis lading emas yang menjanjikan.
Melalui perjuangan Tela Tela, singkong di olah menjadi camilan dengan banyak sekali jenis rasa, mirip kentang goring yang hadir di tiap restoran cepat saji. Dalam waktu empat tahun, Tela Tela menjadi merek waralaba popular, yang tersebar di 182 kota dari Banda Aceh hingga Papua dengan 1.650 gerai.
Dengan harga jual satu pak Rp 3.000-Rp 6.000, omzet perjuangan ini mencapai Rp2,5-Rp 3 miliar per bulan. Tenaga kerja yang terserap sekitar 3.500 orang. Tak mengherankan bila Febri terpilih menjadi salah satu Wirausaha Muda Terbaik 2008-2009 pada Dji Sam Soe Award.
Febri bersama Eko Yulianto, Ashari Tamimi, dan Fath Aulia Muhammad memulai perjuangan Tela Tela pada September 2005.saat itu Febri dan Eko, yang bersaudara kandung, mencari perjuangan yang sanggup mengatasi problem keuangan keluarga mereka. “waktu itu ibu kami terlilit utang. Berbagai perjuangan kami coba, mulai ngasih les anak SD, membuka warnet warung bubur kacang ijo. Hasilnya tidak mencukupi”, kata Febri di kantor Pusat Tela Tela di Sleman, Daerah spesial Yogyakarta (DIY).
Bersama dua sahabat kuliah Eko, yaitu Ashari dan Fath, empat anak muda ini menjual singkong goring. “Kami coba buat singkong goreng dengan potongan kecil yang lebih praktis”, kata Febri. Mereka mengajukan dukungan Rp 3,5 juta ke bank untuk  membuat gerobak dan perlengkapan lainnya.
Pertama berjualan di lingkungan Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Pembeli yang kebanyakan mahasiswa, member respon positif. Namun, mereka tidak usang berjualan di sana alasannya diusir satpam kampus UGM.
Febri kemudian memindahkan dagangan didekat rumahnya, yang berada di lingkungan kos-kosan mahasiswa di Tambak Bayan, Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.
Peluang menyebarkan perjuangan tiba ketika menerima proposal ikut Atma Jaya Expo 2005 di Yogyakarta. “Dari situ, kami sukses besar, sanggup menjual 4-5 kuintal singkong dalam lima hari. Selain itu, banyak yang ingin ikut berbisnis Tela Tela. Namun, ketika itu kami belum mengenal sistem franchise,” kata Febri.
Setelah Atma Jaya Expo, Febri mulai menata usahanya, antara lain dengan mendesain kemasan dan gerobak, selain mulai mengadopsi sistem waralaba.
Setiap orang yang berminat membuka perjuangan Tela Tela cukup menyediakan modal Rp 12 juta untuk dua gerai. Selanjutnya, para biro mesti menyetorkan tiga persen dari omzet kotor tiap gerai per bulan.
Pengolahan produk dilakukan para biro dengan bumbu yang disediakan Tela Tela, “Mereka terlebih dahulu mengikuti pembinaan dar kami, “ kata Febri. Salah satunya, wacana seluk beluk singkong yang sanggup diolah untuk Tela Tela.
“Harus jenis singkong ketan dan gres dicabut”, katanya. Untuk urusan singkong, pasokan diperoleh dari kecamatan Kalasan dan Tempel di Sleman, DIY sebanyak 15 kuintal per hari untuk 52 gerai yang ada di Yogyakarta.
Kini, Febri dan teman-temannya memimpikan sanggup membawa Tela Tela “go international”, katanya. “Kami sudah mendapatkan banyak aplikasi, mirip dari Kamboja dan Malaysia. Karena birokrasi di Indonesia yang berbelit-belit, maka belum sanggup direalisasikan,” tuturnya.
Mimpi lain ialah menembus pasar ritel modern. Untuk itu, mereka harus terus mengembangkan  diri dan berorientasi terhadap semua aspek bisnis, terutama produk, seni administrasi pemasaran, dan pelayanan pelanggan.
“Kalau berhenti berinovasi, jangankan berkembang, bisa-bisa bisnis tidak berumur panjang,” katanya.

Usaha Kreatif Agroindustri
Dewo dan Tanaman Sirih Merah dari Merapi
Memasuki Kampung Blunyahrejo, Keluraha Karawangwaru, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, maka eksklusif anda akan ketemu sebuah rumah bamboo yang tingginya melebihi rumah-rumah lain di sekitarnya. Pot-pot dengan beraneka tumbuhan hijau memenuhi ruang-ruang dalam bangunan bertingkat empat yang terbuat dari bamboo dan tumbuhan sirih merah mendominasi di sini.
Persentuhan Bambang Sudewo atau Dewo panggilannya dengan sirih merah berawal dari sebuah kebetulan. Suatu pagi pada tahun 2002, laki-laki yang punya hobi mendaki gunung ini tengah berjalan-jalan di lereng Gunung Merapi.
Saat ia berada tidak jauh di tempat tinggal juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, Dewo tertegun melihat tumbuhan yang dirasakan aneh. Tanaman itu merambat di sela-sela bebatuan. Rasa ingin tau kemudian menuntunnya memetik sehelai daun tumbuhan itu, kemudian dikunyahnya. Rasanya, kisah Dewo, sungguh pahit.
Bukannya kecewa, rasa pahit yang dihasilkan daun itu justru membuat Dewo merasa senang. Sebab, menurut pengalamannya sebagai peracik jamu, daun maupun buah yang terasa pahit, mirip brotowali (Tinosporae crispa), bidara upas (Merremia mammosa) maupun mahoni (Swietenia mahagoni jacq), biasanya mempunyai khasiat untuk menyembuhkan banyak sekali macam penyakit.  
Dewo yang ketika itu sedang menderita diabetes mellitus mencoba memotong tumbuhan tersebut beserta belasan helai daunnya untuk dibawa pulang. Sebagian ia konsumsi dan sebagian lainnya ditanamnya di rumah.
Selama dua minggu, ia mengonsumsi daun tersebut, Dewo merasa tekanan darah tinggi dan kolesterol dalam tubuhnya berangsur membaik. Luka-luka melepuh di sekujur badan jawaban penyakit diabetes juga dirasakan mulai mongering.
Lelaki ini lantas semakin ulet mencari informasi seputar tumbuhan tersebut. Dari sumber literature yang terbatas, Dewo mengetahui bahwa tumbuhan itu selama ini dikenal sebagai sirih merah (Piper betle L. var Rubrum).
Selain aroma daunnya yang khas daun sirih, bentuk daun tumbuhan ini memang ibarat sirih yang biasa kita kenal.
Bedanya, permukaan potongan bawah daun sirih ini berwarna merah mengilat. Meski belum secara missal, tumbuhan ini ternyata telah dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat, terutama di lingkungan Keraton Yogyakarta.
“Tanaman ini mungkin ada di mana-mana, tidak hanya di (gunung) Merapi, tetapi saya gres melihat yang di lereng  Merapi itu”, ungkapnya.
Merasa berjodoh dengan khasiat tumbuhan tersebut, Dewo yang telah membuka perusahaan jamu berskala industry rumahan berlabel Sekar Kedathon, pada tahun 1997 mulai fokus menggali manfaat sirih merah.

Skala Besar
Lulusan jurusan desain komunikasi visual, Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini semakin rajin mencari informasi seputar tumbuhan sirih merah. Sejumlah perpustakaan dan toko buku ia datangi. Ia juga berkonsultasi dengan beberapa pakar tumbuhan herbal, dokter, hingga budayawan dalam proses mengolah tumbuhan sirih  merah.
Tahun 2004, Dewo mulai memasarkan ramuan the herbal dari sirih merah. Ia barangkali ialah orang pertama yang mengolah sirih merah sebagai industriherbal. Eksplorasi terhadap manfaat sirih merah itu terus berlanjut sehingga ia sanggup membuat produk-produk lain dari tumbuhan tersebut.

Kretaivitas Dan Inovasi
Untuk membuat produknya, setiap bulan Dewo memerlukan sekitar lima kuintal daun sirih merah basah. Bahan baku itu diolah menjadi banyak sekali produk, diantaranya the herbal celup, the herbal seduh, banyak sekali kapsul dari ekstrak sirih merah, hingga the pelangsing.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan herbal milik Dewo berkembang pesat. Jika pada tahun 1997, ia bekerja sendiri, belakangan ia dibantu 25 karyawan.
Produk-produk yang dihasilkan Dewo telah menerima pengakuan dari Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM). Kini, semua produk Dewo sanggup dikatakan sudah tersebar dikota-kota besar di seluruh Indonesia serta diekspor ke Malaysia dan Brunei.

Kemitraan
Untuk menjamin pasokan materi baku sirih merah, Dewo menjalin kemitraan dengan para petani di sejumlah daerah, baik daerah Daerah spesial Yogyakarta maupun Jawa Tengah. Tak kurang dari 50 persen petani yang bekerja sama dengannya.
“Saya tidak punya lahan, jadi lebih baik menyebarkan sistem kerjasama dengan para petani sirih merah”, ujarnya.
Selain menyediakan bibit yang semuanya merupakan keturunan tumbuhan yang ia bawa dari lereng Gunung Merapi, Dewo juga membeli hasil panen sirih merah dati petani.
Daun sirih merah dengan lebar delapan sentimeter, ia beli dengan harga Rp 120.000 per kilogram. Adapun daun sirih merah super dengan lebar minimal 11 cm dihargai Rp 150.000 per kilogram.
Meski usahanya relative berhasil, Dewo belum puas. Ia mengaku masih punya banyak sekali obesesi terkait pengembangan sirih merah. Selama ini sumber literature wacana sirih merah masih sangat terbatas. Ia berharap ada penelitian lebih lanjut biar segenap potensi tumbuhan sirih merah sanggup bermanfaat bagi masyarakat.
“Alam telah menyediakan segalanya. Masalahnya bagaimana kita menemukan inovasi, kreativitas, dan mengolahnya menjadi obat yang bermanfaat bagi kesehatan”, katanya.

Lahan Terbatas
Keseriusan Dewo dalam mengolah sirih merah sebagai tumbuhan obat sanggup dilihat dari rumah bamboo itu dibangun untuk menyiasati lahan yang terbatas. Dengan bentuk vertical, ia mempunyai banyak ruang untuk membudidayakan bibit sirih merah.
Bibit dari rumah bambu inilah yang kemudian ditanam para petani di ladangnya masing-masing. Beberapa bulan kemudian, bibit-bibit itu akan kembali ke rumah bamboo tersebut dalam bentuk lembaran daun sirih merah yang mempunyai kegunaan sebagai materi baku obat herbal. Di rumah bambu Dewo pula, lembar-lembar daun sirih merah itu diolah menjadi beraneka produk obat herbal.
Rumah bambu ini menutupi lahan seluas 1.000 meter persegi. Di lantai satu dan dua, sirih merah yang ditanam dalam pot-pot kecil menjalar ke atas kayu-kayu penopangnya.
Dilantai tiga dan empat rumah itu tersedia meja dan dingklik yang biasa digunakan para tamu bersantai sambil menikmati ramuan daun sirih merah.
“Memang sering ada tamu berobat kesini. Sambil menunggu, para tamu sanggup ngisis (mencari angin) sambil melihat tumbuhan dan menikmati the sirih merah”, kata Dewo wacana rumah bambunya.
Ruang-ruang dalam rumah bertingkat dari bamboo ini dibangun sesuai dengan lingkungan sekitar yang ditumbuhi banyak pohon besar. Sambil duduk menikmati semilir angin di lantai tiga atau lantai empat, para tamu sanggup meraih buah asam atai buah sawo yang berada di pohon sekitarnya.

Kesimpulan
Sirih merah selama ini belum dikenal banyak orang.
Melalui penemuan cara menanam sirih merah yang dilakukan oleh Dewo, banyak sekali terobosan telah dilakukan meskipun masih ada hambatan mengenai tempat atau tanah yang sempit. Akan tetapi, hambatan tersebut sanggup diatasi dengan cara tanam vertical.
Berbagai kreativitas telah dilakukan terhadap materi baku sirih merah, antara lain diolah menjadi banyak sekali produk minuman, yaitu :
a      Teh herbal celup
b      Teh herbal seduh
c      Berbagai kapsul dari ekstrak sirih merah,
d      Teh pelangsing tubuh. 













W. Zimmer. Thomas, M. Scarborough, Wilson Daugh. 2008. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Ir. Hendro, M.M. 2011. Dasar-dasar Kewirausahaan. Jakarta: Erlangga.
Geoffrey G. Meredith, Robert E. Nelson, Philip A. Neck. 2005. Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Jakarta: Lembaga Manajemen PPM.
Made Dharmawati, D, Hajjah. 2016. Kewirausahaan. Jakarta: RajaGrafindo Persada


EmoticonEmoticon